Oleh Andi Priatno
Diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah memberi ruang untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan daerah lebih baik, pemerintah berhak melakukan kegiatan perekonomian seluas-luasnya, masyarakat dapat hidup dalam bingkai demokrasi yang adil, sistem koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dapat lebih optimal dilaksanakan, pemusatan Kegiatan masyarakat yang menjadi biang masalah di sepuluh tahun yang lalu semestinya tidak terjadi lagi, sehingga seharusnya kehidupan kita du kali lipat lebih baik lagi.
Dalam
UU No.32 Tentang Pemerintah Daerah tersebut di sebutkan segala wewenang
pemerintah tingkat Daerah yang meliputi :
a. perencanaan dan pengendalian
pembangunan;
b. perencanaan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan
sarana dan prasarana umum;
e. penanganan
bidang kesehatan;
f.
penyelenggaraan pendidikan;
g.
penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan
bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi
pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian
lingkungan hidup;
k. pelayanan
pertanahan;
l. pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil;
l. pelayanan
administrasi umum pemerintahan;
m. pelayanan
administrasi penanaman modal;
n. penyelenggaraan
pelayanan dasar lainnya
Dengan
diberlakukannya UU ini, bukan semestinya muncul persoalan- persoalan baru di tingkat
daerah, bukan berarti akan tumbuh penguasa baru yang begitu dekat dengan rakyat
yang dapat melakukan kesewenang – wenangannya, yang berani menggunakan
alat-alat negera sebagai pelancar kegiatan politiknya, atau akan berkurangnya
pengawasan terhadap kelengkapan negara yang sudah ada ini.
Kenyataannya beberapa daerah mengalami masa ketersesatan
seperti itu, Diawali dengan pemilihan Kapala Daerah yang tidal LUBER (
Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia ), penyimpangan dalam pemilu yang tidak asing
lagi bahkan terang-terangan, seolah sedang menunjukan keterbalikan konsep ilmu
dalam bentuk opera politik buruk, dan masyarakat masuk dalam ranah kebimbangan
yang dalam, ketika hanya mampu melihat “real life’s of political public” yang
dipertontonkan sebagian orang. Bagi yang tidak mengerti konsep yang benar,
mungkin tidak terlalu menanggapi dengan serius, namun bagaimana dengan generasi
akademis yang puluhan tahun mempelajarji konsep kebenaran, harga dirinya
seperti terinjak- injak, dan menjadi keset yang tak mampu berbuat apa-apa. Hanya
berucap, “ astagfirullah”.
Mungkinkah pengelolan daerah akan lebih baik lagi ketika
tampak penomena seperti itu.
Bagaimana anda menyikapinya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar